Jumat, 06 Desember 2013

Good Governance (Tata Pemerintahan yang Baik)

KORUPSI??? AYO BERANTAS DENGAN GOOD GOVERNANCE !!!

       Korupsi (rasuah) berasal dari bahasa Latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara istilah, korupsi adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
       Menurut saya, adanya kesempatan tentu menjadi pemicu terjadinya tindakan korupsi. Dan yang menjadi salah satu penyebab tindakan penyelewengan sejumlah dana dalam sebuah organisasi atau istansi adalah kurangnya pengontrolan atau pengawasan yang ketat.

Budaya Organisasi
Sudah sejak dulu korupsi merupakan perilaku menyimpang di luar nilai dan moral ini meluas di berbagai tingkatan organisasi, bahkan tidak jarang di sebuah organisasi terjadi. Terkhusus di tingkatan manajer, menjadi pendorong bagi anggota organisasi untuk melakukan perilaku menyimpang yang serupa.
Yang menjadi pertanyaannya adalah apakah memang korupsi sudah menjadi bagian dari budaya organisasi sehingga muncul istilah “budaya korupsi”? 
Tentu tidak, korupsi bukanlah budaya namun perilaku menyimpang yang sudah terlalu sering terjadi di organisasi sehingga menjadi kebiasaan. Ditambah lagi, budaya organisasi adalah alat untuk menentukan arah organisasi, mengarahkan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, bagaimana mengalokasikan dan mengelola sumber daya dan tentunya alat untuk menghadapi masalah dan peluang dari lingkungan. Budaya organisasi terkonsep dengan baik serta ditujukan ke arah yang baik karena memang budaya organisasi itu jugalah yang nantinya akan memberikan sense of identitykepada para anggota yang akhirnya menjadi perekat social (social glue) yang mengikat semua anggota organisasi agar organisasi mampu bertahan layaknya organisasi seutuhnya. Sekarang, cukup jelaslah bahwa korupsi bukanlah salah satu bagian didalamnya.
Pun demikian, budaya organisasi itu sudah ada dalam masing-masing organisasi, namun mengapa korupsi itu tetap saja terjadi dan semakin merajalela, tak tanggung – tanggung pelakunya pun tidak mengenal malu sama sekali. Lantas, apa penyebabnya dan dimana letak kesalahannya? Dalam hal ini kita tak dapat mengatakan budaya organisasi yang salah, alasannya seperti yang telah diungkapkan penulis sebelumnya, hanya saja budaya organisasi yang cenderung tidak maksimal melaksanakan keberadaannya sebagai pedoman bagi seluruh anggota, dalam arti budaya organisasi tidak hidup dalam dan memperlengkapi setiap anggota organisasi. Sama halnya dengan kehidupan pemerintahan, keberadaan budaya organisasi di instansi pemerintahan juga tidak jauh beda kondisinya dengan budaya di organisasi swasta. Secara keseluruhan, budaya organisasi belum cukup mampu menjauhkan para penghuninya dari tindakan korupsi. Padahal, peranan budaya organisasi itu sendiri adalah untuk mengarahkan para anggotanya tentang tindakan yang dapat dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan. Secara sederhana, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi masih belum mampu menjalankan tugas dan fungsinya sehingga satu-satunya jalan yang harus ditempuh untuk memberantas korupsi tersebut adalah dengan merehabilitasi budaya organisasi yang ada. Merehabilitasi dalam hal ini bisa berarti meninjau kembali, memperbaiki, dan menerapkan sesuatu yang baru.
Good Governance
Penerapan “Good Governance” yaitu tata pemerintahan yang baik yang melibatkan tiga aktor yaitu pemerintah, pihak swasta dan masyarakat dinilai sebagai langkah bijak dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. “Good Governance” harus dijadikan sebagai identitas utama organisasi sebab kesepuluh prinsip yang ada dalam “Good Governance” menurut UNDP tersebut sangatlah tepat. Adapun kesepuluh prinsip-prinsip ‘Good Governance” tersebut yaitu partisipasi masyarakat, akuntanbilitas, rule of law, transparansi, keadilan, responsif, visioner (visi yang strategis), interrelated, berorientasi terhadap konsensus, serta efisiensi dan efektifitas.
Partisipasi masyarakat berada di posisi pertama sebab memang partisipasi masyarakatlah yang sangat diharapkan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik ini termasuk dalam pemberantasan korupsi. Penataan pemerintahan yang melibatkan partisipasi masyarakat tentu akan berpotensi memperoleh hasil yang baik sebab pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang mengutamakan kepentingan rakyat banyak diatas kepentingan pemerintahnya dan adanya transparansi dalam segala hal contohnya saja, APBD yang pada kenyataannya dijadikan sebagai rahasia negara. Sementara, bukankah rahasia negara merupakan beberapa hal penting dari sebuah negara yang tidak dapat diketahui oleh negara lain bukan oleh masyarakat dari negara yang bersangkutan. APBD yang tidak transparan tentu akan menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat apakah di dalamnya juga sudah terjadi korupsi. Nah, jika sudah begini, tentu semakin terbukalah gerbang untuk melakukan tindakan diluar moral tersebut.
Fenomena yang terjadi di negara kita saat ini adalah mayoritas tindakan korupsi yang terjadi cenderung “ditutup-tutupi” oleh pemerintah dan pihak-pihak tertentu yang berupaya melindungi si pelaku. Transparansi sama sekali tidak tampak didalamnya yang pada akhirnya hanya menimbulkan tanda tanya besar dikalangan masyarakat. Banyaknya kebusukan yang terjadi menjadi bukti bahwa sistem pengawasan yang kendor mendukung para pelaku untuk melakukan aksinya.

Karena itulah, penerapan “Good Governance” dengan memenuhi kesepuluh prinsip yang ada sangat diperlukan dalam memberantas korupsi yang semakin tidak mengenal para korbannya ini. Partisipasi masyarakat sangat diharapkan sehingga muncul kekuatan sosial (social power) dan akan menjadi kontrol sosial (social control)yang membuat masyarakat menjadi aktif. Pemerintah juga harus lebih bijak dan tegas dengan menerapkan budaya malu (shame culture) terhadap para pelaku dengan membeberkan bukan saja jumlah uang negara yang diselundupkan namun secara jelas membuka “kedok” pelaku dari awal sampai akhir di depan publik. Selain itu, pemerintah juga harus menerapkan budaya salah (guilt culture) dengan tidak memilah-milah seluruh tindakan korupsi tersebut. Berapa pun jumlahnya, baik besar ataupun kecil haruslah tetap dihukum dan diberikan sanksi yang tegas. Ini pulalah yang harus diterapkan di sanubari masyarakat agar tidak menjadi kebiasaan yang dapat merusak moral.

Who am i ?

Assalamu'alaikum Guys...! :)


Salam Mahasiswi !!! >:)

Kalian pasti tidak asing dengan pepatah yang mengatakan "tak kenal, maka tak sayang" kan?? 
Oleh karena itu, agar lebih jelasnya, perkenalkan nama saya Nur Ainiya Rachmah. Saya biasa dipanggil Nia. Akan tetapi, karena nama panggilan saya itu kurang mantap di beberapa teman saya, jadi ada yang memanggilku "nya" hahaha....
Saya adalah seorang mahasiswi dari kampus yang baru saja me-launching di Surabaya, yang asalnya berstatus IAIN menjadi UIN. Kalian pasti sudah tahu kan??
Yupz ! UIN Sunan Ampel Surabaya, it's my campus!

Saya beragama Islam. Kalau ditanya apa aliran saya, tentu akan saya jawab NU (Nahdhotul Ulama). Why? 'cause i was born from my village which wing Nahdhotul Ulama.
Saya kuliah di UIN Sunan Ampel Surabaya ini karena keinginan saya sendiri. Dan Alhamdulillaah, saya masuk di jurusan PGMI (Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah) yang sesuai dengan harapan saya. Sasaran saya adalah mencerdaskan anak-anak bangsa Indonesia, utamanya anak-anak Madrasah Ibtidaiyah di Indonesia.
Dahulu, cita-cita saya adalah menjadi seorang pelukis. Namun menurut orang tua saya, itu bukanlah cita-cita, akan tetapi hal itu adalah hoby. Okey, berpikir kembali.... Aha ! karena ibuku seorang perawat, aku ingin jadi dokter. Hm... tapi, hal itu sepertinya sangatlah tidak mungkin bagiku yang hanya manusia biasa. Hwahaha... !
Padahal dulu kedua orangtua saya menyarankan saya untuk memilih jurusan kedokeran umum. Akan tetapi, saya tidak berminat di bidang itu. Why??
Pertama, seorang dokter itu pasti dan jelas memegang nyawa orang. Ada lengahnya sedikit, kemungkinan besar jadi salah besar.
Yang kedua masalah lain seperti biaya untuk kuliah di kedokteran, ngekost atau pulper (pulang pergi), kebutuhan saya, pergaulannya, dan lain sebagainya.
Akan tetapi benar apa kata pepatah, "Semakin besar levelnya, semakin besar pula resiko yang ia terima".
Enaknya jadi dokter itu dari penghasilan yang dia terima. Menurut saya, ia bisa mendapatkan kekayaan yang dia mau dari Teller (orang-orang yang biasanya menawari obat-obatan kepada dokter seusai jam kerja dokter pas atau ketika semua pasien telah keluar).
Saya senang seandainya saya diterima di kedokteran. Siapa sih yang nggak bangga dengan kehidupan yang wow seperti itu ?? namun karena ada suatu hal yang sangat saya takutkan
 
Saya lebih memilih IAIN ( UIN ) Sunan Ampel Surabaya ini karena letak kampusnya yang strategis, lebih banyak agamanya, biaya kuliahnya pun tidak terlalu melejit seperti di kedokteran, dan lain sebagainya. Saya tidak ingin lepas dari agama, karena menurut saya agama itu sangat penting untuk kehidupan di alam selanjutnya.

Saya alumni pondok pesantren Amanatul Ummah di Surabaya. Ide awal pertama kali untuk mondok itu dikemukakan oleh ayah saya ketika saya akan memasuki sekolah di MTs Nurul Huda Kalanganyar (setara dengan SMP). Akan tetapi saya menolak ide itu karena saya merasa belum siap untuk mondok.
Baru setelah MTs saya memberanikan diri saya untuk mondok. Awalnya saya ingin mondok di Tambak beras Jombang, akan tetapi karena letaknya jauh saya lebih memilih di Surabaya yang lebih strategis.

Jumat, 29 November 2013

Ayat Al-Qur'an mengenai Kehidupan Dunia

Artinya:
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
permainan
dan 
suatu yang melalaikan,
perhiasan dan
bermegah-megah antara kamu
serta 
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.  
Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya.
Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
(Al-Hadid:20)

Sabtu, 23 November 2013

Hak Asasi Manusia

Farhat Abbas Ditantang Bertinju oleh Al dan El ???

Akhir-akhir ini muncul kabar yang sempat menggegerkan warga (wow ! hahaha.. )
Yaaa.. memang, dengan menggebu-gebu, kedua putra Ahmad Dhani, alias Al dan El menantang Farhat Abbas di ring tinju. Menanggapi tantangan itu, Farhat pun berkicau menyindir kedua putra Ahmad Dhani itu.
Melalui akun Twitter @farhatabbaslaw, pengacara kontroversial itu menjawab tantangan tersebut.
“Hari ini anak Dhani ngajak berantem, jangan heran jika mungkin nanti mereka jadi pengemis dipinggir jalan karena orangtua ngaku bangkrut, #kasihan,” kicau Farhat.
Melanjutkan kicauannya, suami penyanyi Nia Daniati itu kembali menuliskan bahwa dirinya siap menyantuni anak-anak Dhani. Haha..! memang, bukan Farhat kalau tidak membuat panas suasana dengan kicauannya di Twitter yang menyentil.
Al dan El menantang tinju karena tidak terima dengan komentar-komentar miring Farhat terhadap sang ayah. Dalam salah satu kicauannya, Farhat juga menyebut Dhani gila, bodoh dan diktator. Bahkan kedua putra Ahmad Dhani itu mencap Farhat banci, bila tidak berani memenuhi tantangan mereka.

JAKARTA - Farhat Abbas akhirnya menerima tantangan adu jotos putra Ahmad Dhani, Al dan El. Melalui Twitternya, dia menerima tantangan tersebut. Dia pun meminta Al dan El menyiapkan ring tinjunya.

"Segera siapkan Tempat & waktu Ring Tinju ( Jakarta Utara, Jakarta Barat, Kep Seribu) tantang balik si penantang yang mentang-mentang," tulis Farhat di Twitternya, farhatabbaslaw, 12 jam lalu.

Seperti diketahui, Al dan El menantang adu jotos suami Nia Daniati itu, Kamis 21 November 2013. Mereka melakukannya karena kesal Farhat selalu mengejek sang ayah, Dhani, di Twitternya. Bahkan, Al dan El mengejek Farhat banci jika tidak berani melakukannya.

"Kalau berani kita langsung ketemu aja di ring tinju, kalau enggak berani berarti sudah ketahuan banci," tantang Al kepada Farhat melalui awak media di Studio Hanggar, Pancoran, Jakarta Selatan.

Bahkan, Al memberi kebebasan Farhat memilih lawan yang lebih 'lemah', yakni adiknya, El.

"Pilih saja diantara kita berdua (Al atau El). Kita sudah dari dulu latihan bela diri," lanjut Al, yang begitu percaya diri bisa menghabisi Farhat di ring tinju.

Sementara sebelumnya, Farhat tidak langsung mengamini ajakan tersebut. Dia hanya mengatakan di jejaring sosialnya bahwa anak-anak Dhani stres, dan semestinya mengingatkan sang ayah untuk memenuhi kewajiban kepada para korban AQJ.

Hal ini merupakan hak asasi manusia, yang mana si Al dan El marah dan menantang Farhat Abbas karena telah mengejek ayahnya.